Profesinalisme
adalah sebuah kata yang sering kita dengar saat ini. Hampir di setiap
aspek kehidupan, selalu didengungkan kata profesinalisme. Satu kata
memiliki dampak yang begitu signifikan sehingga digunakan di setiap
aspek dan setiap kesempatan yang ada. Tapi, untuk saat ini saya akan
membahas tentang profesinalisme seorang pegawai negeri sipil atau yang
sering disingkat PNS.
Kita
tahu bahwa pegawai negeri sipil merupakan sebuah panggilan untuk mereka
yang bekerja bagi pemerintah dengan menyatakan sumpah untuk setia
mengabdi bagi bangsa dan negara. Pegawai negeri sipil sering juga
disebut sebagai abdi masyarakat. Abdi berarti pembantu, sehingga sudah
seharusnya lah seorang pegawai negeri sipil mengabdikan dirinya kepada
masyarakat.
Tapi
mari kita lihat kondisi yang sebenarnya terjadi di kehidupan kita saat
ini. Seorang pegawai negeri sipil ada yang kita temukan sudah tidak lagi
memegang sumpahnya untuk mengabdi dan melayani masyarakat. Ada pihak
yang cenderung hanya memikirkan kepentingan pribadi, dan melupakan siapa
yang sebenarnya harus mereka layani. Kita pasti pernah melihat
bagaimana kita temukan ada pegawai yang melupakan apa sebenarnya hakikat
menjadi seorang pegawai negeri sipil. Sebuah kondisi yang sebenarnya
tidak harus terjadi.
Tapi
apakah dalam hal ini, sudah cukup kita hanya melihat dari sisi pegawai
negeri sipil saja sehingga memang pantas kita salahkan atas tindakan nya
tersebut? Apakah pantas kita langsung menghakimi mereka tanpa
memberikan kesempatan untuk sebuah penjelasan yang mungkin menjadi salah
satu penyebab terjadinya kondisi seperti itu? Beberapa pertanyaan
itulah yang ingin saya bahas untuk saat ini.
Sekarang,
mari kita lihat langsung kondisi kehidupan pegawai negeri sipil secara
umum, yang umumnya masih bekerja sebagai pelaksana, bukan mereka yang
sudah memiliki jabatan atau pun pangkat yang tinggi.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 2004
TENTANG
PEMBINAAN JIWA KORPS DAN KODE ETIK
PEGAWAI NEGERI SIPIL
PRESIDEN REPUBLIK INDONMESIA
Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa
Pegawai Negeri Sipil yang kuat, kompak dan bersatu padu, memiliki
kepekaan, tanggap dan memiliki kesetiakawanan yang tinggi,
berdisiplin, serta sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur
aparatur negara dan abdi masyarakat, dapat diwujudkan melalui
pembinaan korps Pegawai Negeri Sipil, termasuk kode etiknya;
|
||
|
|
b.
|
bahwa
untuk menanamkan jiwa korps dan mengamalkan etika bagi Pegawai
Negeri Sipil, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil;
|
||
Mengingat
|
:
|
1.
|
Pasal 5 ayat (2), Pasal 27 Ayat (1), dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945;
|
||
|
|
2.
|
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43
Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3890);
|
||
|
|
3.
|
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4437);
|
||
|
|
4.
|
Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara
Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
|
||
|
|
5.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
|
||
MEMUTUSKAN :
|
|||||
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN JIWA KORPS DAN KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL.
|
|||
BAB I
KETENTUAN UMUM
|
|||||
Pasal 1
|
|||||
|
|
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
|
|||
|
|
1.
|
Jiwa
Korps Pegawai Negeri Sipil adalah rasa kesatuan dan persatuan,
kebersamaan, kerja sama, tanggung jawab, dedikasi, disiplin,
kreativitas, kebanggaan dan rasa memiliki organisasi Pegawai Negeri
Sipil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
||
|
|
2.
|
Kode
Etik Pegawai Negeri Sipil adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan
perbuatan Pegawai Negeri Sipil di dalam melaksanakan tugasnya dan
pergaulan hidup sehari-hari.
|
||
|
|
3.
|
Majelis
Kehormatan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya
disingkat Majelis Kode Etik adalah lembaga non struktural pada
instansi pemerintah yang bertugas melakukan penegakan pelaksanaan
serta menyelesaikan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
Pegawai Negeri Sipil.
|
||
|
|
4.
|
Pelanggaran adalah segala bentuk ucapan, tulisan atau perbuatan
Pegawai Negeri Sipil yang bertentangan dengan butir-butir jiwa korps dan
kode etik.
|
||
|
|
5.
|
Pegawai
Negeri Sipil adalah Calon Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Negeri
Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999.
|
||
|
|
6.
|
Pejabat
yang berwenang adalah Pejabat Pembina Kepegawaian atau Pejabat
yang berwenang menghukum atau Pejabat lain yang ditunjuk.
|
||
BAB II
PEMBINAAN JIWA KORPS PEGAWAI NEGERI SIPIL
|
|||||
Pasal 2
|
|||||
|
|
Pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil dimaksudkan untuk
meningkatkan perjuangan, pengabdian, kesetiaan dan ketaatan
Pegawai Negeri Sipil kepada negara kesatuan dan Pemerintah Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
|
|||
Pasal 3
|
|||||
|
|
Pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil bertujuan untuk :
|
|||
|
|
a.
|
membina
karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan kesatuan secara
kekeluargaan guna mewujudkan kerja sama dan semangat pengabdian
kepada masyarakat serta meningkatkan kemampuan, dan keteladanan
Pegawai Negeri Sipil;
|
||
|
|
b.
|
mendorong etos kerja Pegawai Negeri Sipil untuk mewujudkan Pegawai
Negeri Sipil yang bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya
sebagai unsur aparatur negara, dan abdi masyarakat;
|
||
|
|
c.
|
menumbuhkan dan meningkatkan semangat, kesadaran dan wawasan kebangsaan
Pegawai Negeri Sipil sehingga dapat menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
||
Pasal 4
|
|||||
|
|
Ruang lingkup pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil mencakup :
|
|||
|
|
a.
|
peningkatan etos kerja dalam rangka mendukung produktivitas kerja dan profesionalitas Pegawai Negeri Sipil;
|
||
|
|
b.
|
partisipasi dalam penyusunan kebijakan Pemerintah yang terkait dengan Pegawai Negeri Sipil;
|
||
|
|
c.
|
peningkatan kerja sama antara Pegawai Negeri Sipil untuk memelihara dan
memupuk kesetiakawanan dalam rangka meningkatkan jiwa korps
Pegawai Negeri Sipil;
|
||
|
|
d.
|
perlindungan terhadap hak-hak sipil atau kepentingan Pegawai Negeri
Sipil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
dengan tetap mengedepankan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.
|
||
Pasal 5
|
|||||
|
|
Untuk
mewujudkan pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 dan menjunjung tinggi kehormatan
serta keteladanan sikap, tingkah laku dan perbuatan Pegawai Negeri
Sipil dalam melaksanakan tugas kedinasan dan pergaulan hidup
sehari-hari, Kode Etik dipandang merupakan landasan yang dapat
mewujudkan hal tersebut.
|
|||
BAB III
NILAI-NILAI DASAR BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
|
|||||
Pasal 6
|
|||||
|
|
Nilai-nilai Dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Pegawai Negeri Sipil meliputi :
|
|||
|
|
a.
|
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
|
||
|
|
b.
|
kesetian dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
|
||
|
|
c.
|
semangat nasionalisme;
|
||
|
|
d.
|
mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan;
|
||
|
|
e.
|
ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
|
||
|
|
f.
|
penghormatan terhadap hak asasi manusia;
|
||
|
|
g.
|
tidak diskriminatif;
|
||
|
|
h.
|
profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi;
|
||
|
|
i.
|
semangat jiwa korps.
|
||
BAB IV
KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
|
|||||
Pasal 7
|
|||||
|
|
Dalam
pelaksanaan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari setiap
Pegawai Negeri Sipil wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam
bernegara, dalam penyelenggaraan Pemerintahan, dalam
berorganisasi, dalam bermasyarakat, serta terhadap diri sendiri dan
sesama Pegawai Negeri Sipil yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
ini.
|
|||
Pasal 8
|
|||||
|
|
Etika dalam bernegara meliputi :
|
|||
|
|
a.
|
melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
|
||
|
|
b.
|
mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara;
|
||
|
|
c.
|
menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia;
|
||
|
|
d.
|
menaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melaksanakan tugas;
|
||
|
|
e.
|
akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa;
|
||
|
|
f.
|
tanggap, terbuka, jujur, dan akurat, serta tepat waktu dalam melaksanakan setiap kebijakan dan program Pemerintah;
|
||
|
|
g.
|
menggunakan atau memanfaatkan semua sumber daya Negara secara efisien dan efektif;
|
||
|
|
h.
|
tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak benar.
|
||
Pasal 9
|
|||||
|
|
Etika dalam berorganisasi meliputi :
|
|||
|
|
a.
|
melaksanakan tugas dan wewenang sesuai ketentuan yang berlaku;
|
||
|
|
b.
|
menjaga informasi yang bersifat rahasia;
|
||
|
|
c.
|
melaksanakan setiap kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang;
|
||
|
|
d.
|
membangun etos kerja untuk meningkatkan kinerja organisasi;
|
||
|
|
e.
|
menjalin kerja sama secara kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait dalam rangka pencapaian tujuan;
|
||
|
|
f.
|
memiliki kompetensi dalam pelaksanaan tugas;
|
||
|
|
g.
|
patuh dan taat terhadap standar operasional dan tata kerja;
|
||
|
|
h.
|
mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif dalam rangka peningkatan kinerja organisasi;
|
||
|
|
i.
|
berorientasi pada upaya peningkatan kualitas kerja.
|
||
Pasal 10
|
|||||
|
|
Etika dalam bermasyarakat meliputi :
|
|||
|
|
a.
|
mewujudkan pola hidup sederhana;
|
||
|
|
b.
|
memberikan pelayanan dengan empati, hormat dan santun, tanpa pamrih dan tanpa unsur pemaksaan;
|
||
|
|
c.
|
memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, dan adil serta tidak diskriminatif;
|
||
|
|
d.
|
tanggap terhadap keadaan lingkungan masyarakat;
|
||
|
|
e.
|
berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam melaksanakan tugas.
|
||
Pasal 11
|
|||||
|
|
Etika terhadap diri sendiri meliputi :
|
|||
|
|
a.
|
jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasi yang tidak benar.
|
||
|
|
b.
|
bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan;
|
||
|
|
c.
|
menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan;
|
||
|
|
d.
|
berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan sikap;
|
||
|
|
e.
|
memiliki daya juang yang tinggi;
|
||
|
|
f.
|
memelihara kesehatan jasmani dan rohani;
|
||
|
|
g.
|
menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga;
|
||
|
|
h.
|
berpenampilan sederhana, rapih, dan sopan.
|
||
Pasal 12
|
|||||
|
|
Etika terhadap sesama Pegawai Negeri Sipil :
|
|||
|
|
a.
|
saling menghormati sesama warga negara yang memeluk agama/kepercayaan yang berlainan;
|
||
|
|
b.
|
memelihara rasa persatuan dan kesatuan sesama Pegawai Negeri Sipil;
|
||
|
|
c.
|
saling menghormati antara teman sejawat baik secara vertikal maupun horizontal dalam suatu unit kerja, instansi, maupun antar instansi;
|
||
|
|
d.
|
menghargai perbedaan pendapat;
|
||
|
|
e.
|
menjunjung tinggi harkat dan martabat Pegawai Negeri Sipil;
|
||
|
|
f.
|
menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesama Pegawai Negeri Sipil;
|
||
|
|
g.
|
berhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik Indonesia yang menjamin terwujudnya solidaritas dan soliditas semua Pegawai Negeri Sipil dalam memperjuangkan hak-haknya.
|
||
BAB V
KODE ETIK INSTANSI DAN KODE ETIK PROFESI
|
|||||
Pasal 13
|
|||||
|
|
(1)
|
Berdasarkan ketentuan kode etik sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini :
|
||
|
|
|
a.
|
Pejabat Pembina Kepegawaian masing-masing instansi menetapkan kode etik instansi;
|
|
|
|
|
b.
|
Organisasi Profesi di lingkungan Pegawai Negeri Sipil menetapkan kode etiknya masing-masing.
|
|
|
|
(2)
|
Kode etik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan berdasarkan karakteristik masing-masing instansi dan organisasi profesi.
|
||
Pasal 14
|
|||||
|
|
Kode etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan kode etik sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
|
|||
BAB VI
PENEGAKAN KODE ETIK
|
|||||
Pasal 15
|
|||||
|
|
(1)
|
Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran Kode Etik dikenakan sanksi moral.
|
||
|
|
(2)
|
Sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat secara tertulis dan dinyatakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
|
||
|
|
(3)
|
Sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa :
|
||
|
|
|
a.
|
pernyataan secara tertutup; atau
|
|
|
|
|
b.
|
pernyataan secara terbuka.
|
|
|
|
(4)
|
Dalam pemberian sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus disebutkan jenis pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil.
|
||
|
|
(5)
|
Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat mendelegasikan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) kepada pejabat lain di lingkungannya sekurangkurangnya pejabat struktural eselon IV.
|
||
Pasal 16
|
|||||
|
|
Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran kode etik selain dikenakan sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), dapat dikenakan tindakan administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan, atas rekomendasi Majelis Kode Etik.
|
|||
Pasal 17
|
|||||
|
|
(1)
|
Untuk menegakkan kode etik, pada setiap instansi dibentuk Majelis Kode Etik.
|
||
|
|
(2)
|
Pembentukan Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian yang bersangkutan.
|
||
Pasal 18
|
|||||
|
|
(1)
|
Keanggotaan Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, terdiri dari :
|
||
|
|
|
a.
|
1 (satu) orang Ketua merangkap Anggota;
|
|
|
|
|
b.
|
1 (satu) orang Sekretaris merangkap Anggota; dan
|
|
|
|
|
c.
|
sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang Anggota.
|
|
|
|
(2)
|
Dalam hal Anggota Majelis Kode Etik lebih dari 5 (lima) orang, maka jumlahnya harus ganjil.
|
||
|
|
(3)
|
Jabatan dan pangkat Anggota Majelis Kode Etik tidak boleh lebih rendah dari jabatan dan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa karena disangka melanggar kode etik.
|
||
Pasal 19
|
|||||
|
|
(1)
|
Majelis Kode Etik mengambil keputusan setelah memeriksa Pegawai Negeri Sipil yang disangka melanggar kode etik.
|
||
|
|
(2)
|
Majelis Kode Etik mengambil keputusan setelah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri.
|
||
|
|
(3)
|
Keputusan Majelis Kode Etik diambil secara musyawarah mufakat.
|
||
|
|
(4)
|
Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak tercapai, keputusan diambil dengan suara terbanyak.
|
||
|
|
(5)
|
Keputusan Majelis Kode Etik bersifat final.
|
||
Pasal 20
|
|||||
|
|
Majelis Kode Etik wajib menyampaikan keputusan hasil sidang majelis kepada Pejabat yang berwenang sebagai bahan dalam memberikan sanksi moral dan/atau sanksi lainnya kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1).
|
|||
Pasal 21
|
|||||
|
|
Kode etik profesi di lingkungan Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diubah berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
|
|||
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
|
|||||
Pasal 22
|
|||||
|
|
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
|
|||
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|